Gelombang PHK besar-besaran terjadi sepanjang tahun 2024. Data menunjukkan bahwa sebanyak 77.965 pekerja kehilangan pekerjaan, dengan Jakarta menjadi wilayah paling terdampak. Tak berhenti di situ, pada awal tahun 2025 saja, lebih dari 3.000 orang kembali terkena PHK, mayoritas berasal dari ibu kota. Kondisi ini jadi gambaran nyata bahwa iklim ketenagakerjaan makin tidak stabil, dan dunia kerja makin menantang untuk ditaklukkan.
Sementara angka PHK melonjak, jumlah angkatan kerja juga terus bertambah. Pada Agustus 2024, angkatan kerja Indonesia mencapai 152,11 juta orang—naik hampir 5 juta dari tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, sekitar 7,47 juta masih menganggur. Meski jumlah pengangguran menurun, tantangan justru datang dari fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja kini berada di sektor informal, yang minim perlindungan dan kepastian kerja.
Persaingan kerja kian ketat. Jika dulu lulusan SMA bersaing dengan sarjana, kini lulusan S1 pun harus bersaing dengan S2. Banyak perusahaan menaikkan standar rekrutmen di tengah keterbatasan lapangan kerja. Ketidaksesuaian antara kualifikasi pencari kerja dengan kebutuhan industri membuat banyak lulusan diploma dan sarjana beralih ke pekerjaan kerah biru—seperti sopir pribadi atau asisten rumah tangga—demi tetap punya penghasilan.
Dengan kondisi ekonomi yang hanya mampu menyerap 100.000 tenaga kerja untuk setiap 1% pertumbuhan, banyak orang tidak punya pilihan selain masuk ke sektor informal. Angka ini jauh di bawah era sebelumnya yang mampu menyerap hingga 400.000 orang. Akhirnya, banyak lulusan pendidikan tinggi memilih jalan yang paling realistis: mengambil pekerjaan yang tersedia, meski di luar latar belakang akademis mereka.
Menjadi ART, sopir, atau pekerja informal bukan tanda kegagalan—melainkan bentuk adaptasi dan daya juang di tengah krisis. Sektor informal kini jadi ruang bertahan dan berjuang bagi banyak orang. Ini adalah momen refleksi bagi seluruh ekosistem ketenagakerjaan: pentingnya membangun sistem kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan, agar pendidikan tinggi tak lagi berujung pada pekerjaan darurat.