Pada setiap tanggal 20 Februari, dunia memperingati Hari Keadilan Sosial Sedunia atau World Day of Social Justice. Peringatan ini tidak hanya menjadi momen refleksi, tetapi juga panggilan untuk menanggapi kesenjangan kehidupan yang semakin nyata di berbagai daerah.
Kesenjangan ekonomi dan sosial, baik di dalam negeri maupun antar negara, semakin memprihatinkan. Tren peningkatan kemiskinan dan ketidaksetaraan menjadi sorotan dalam peringatan ini. Krisis ekonomi dan sosial yang telah melanda beberapa tahun terakhir semakin diperparah oleh dampak pandemi COVID-19, bencana alam akibat perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan konflik bersenjata.
Selain menyebabkan dampak kemanusiaan yang mendalam, krisis-krisis ini juga menggarisbawahi kompleksitas hubungan saling terkait dan ketergantungan ekonomi serta sosial di seluruh dunia. Maka dari itu, perlunya tindakan terpadu di tingkat global, regional, maupun nasional menjadi semakin mendesak.
Sejarah Peringatan Hari Keadilan Sosial Sedunia
Peringatan ini tidak lahir begitu saja, melainkan memiliki latar belakang sejarah yang kuat. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memainkan peran sentral dengan mengesahkan Deklarasi ILO tentang Keadilan Sosial untuk Globalisasi yang Adil pada tanggal 10 Juni 2008. Deklarasi ini menjadi prinsip utama yang diadopsi sejak Konstitusi ILO tahun 1919.
Deklarasi tahun 2008 memanfaatkan landasan Deklarasi Philadelphia tahun 1944 dan Deklarasi Prinsip-Prinsip dan Hak-Hak Mendasar di Tempat Kerja tahun 1998. Visi kontemporer ini mencerminkan mandat ILO di era globalisasi, menekankan pentingnya peran organisasi tripartit dalam mempromosikan kemajuan dan keadilan sosial secara global.
Urgensi Peringatan Hari Keadilan Sosial Sedunia
Keadilan sosial tidak hanya memiliki dampak positif pada fungsionalitas masyarakat dan ekonomi, tetapi juga berperan dalam mengurangi tingkat kemiskinan, ketidaksetaraan, dan konflik sosial. Peran ini menjadi kunci untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam kondisi saat pencapaian tujuan-tujuan tersebut masih jauh dari memuaskan.
Pentingnya perdamaian dan keamanan menjadi penekanan, di mana keduanya tidak dapat terwujud tanpa penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar. Dalam konteks globalisasi, peluang baru muncul melalui perdagangan, investasi, arus modal, dan kemajuan teknologi. Meskipun demikian, tantangan serius seperti krisis keuangan, ketidakamanan, kemiskinan, pengucilan, dan ketidaksetaraan tetap mengintai.
Dunia kerja juga tidak luput dari dampak perubahan global. Ketiadaan respons yang memuaskan terhadap berbagai tantangan dan perubahan telah menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga di banyak negara. Kesenjangan antara komitmen internasional dan pencapaian nyata melemahkan tindakan multilateral, membutuhkan solusi yang lebih efisien dan konsisten.
Tantangan Menuju Keadilan Sosial Global
Saat ini, sistem multilateral diharapkan mampu memberikan solusi nyata terhadap masalah sehari-hari masyarakat. Kesenjangan yang semakin membesar membutuhkan tindakan konkret dalam mendukung semangat solidaritas global. Reformasi dalam kontrak sosial antara pemerintah dan warganya, serta di dalam masyarakat, menjadi langkah penting untuk menciptakan pendekatan komprehensif terhadap hak asasi manusia.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun menekankan pentingnya adopsi multilateralisme yang lebih inklusif dan terkoneksi dalam menghadapi kesenjangan yang semakin dalam. Tantangan ini harus dihadapi bersama, dengan fokus pada perdamaian, keamanan, dan pengembangan ekonomi yang inklusif untuk menciptakan dunia yang lebih adil bagi semua.
Peringatan Hari Keadilan Sosial Sedunia bukan hanya sekadar seremoni tahunan, tetapi panggilan untuk bersatu dan bertindak dalam menghadapi tantangan global yang membutuhkan perhatian serius. Semua pihak, mulai dari pemerintah, organisasi internasional, hingga individu, memiliki peran penting dalam membangun dunia yang lebih adil dan berkeadilan.